Kitab Tulisan Tangan Abdul Karim Amrullah

Sekilas, tak ada yang spesial dari halaman kitab-kitab koleksi K. H. Abdul Karim Amrullah (Ayahnya Hamka) ini. Kalaulah eyang yang menjaga koleksi2 ini (belakangan saya baru tau bahwa eyang tersebut adalah cucunya Hamka) tak memberikan rahasia dari kitab-kitab tersebut, seterusnya saya juga akan tetap menanggap kitab-kitab itu biasa saja.

Beliau mengatakan bahwa semua kitab itu ditulis tangan sendiri oleh K. H. Abdul Karim Amrullah. Sontak saya tak percaya, lantaran semua tulisan di kitab-kitab itu tak jauh beda dengan kitab-kitab dari mesin cetak.

Saya ambil lagi satu kitab yang ada di meja. Sebuah Al Quran. Saya perhatikan Al Quran tersebut dengan lebih seksama. Saya gunakan prinsip 3D yang sering digunakan untuk mengecek keaslian uang : Dilihat, Diraba, Diterawang. Setelah menelusuri beberapa halaman, barulah saya yakin bahwa al quran itu memang tulisan tangan, termasuk juga ukiran-ukiran frame yang ada di tiap halamannya. Baik tulisan maupun frame-nya, semua tergores dengan indah dan rapi. Tak jauh beda dengan Al Quran cetak jaman sekarang, bahkan lebih baik.

Usai menelusuri satu kitab, saya kemudian memandang ke arah rak buku di sudut ruangan yang di dalamnya ada ratusan kitab-kitab lain yang juga ditulis tangan. Saya jadi merinding sendiri membayangkan bagaimana aktivitas masa lalu K. H. Abdul Karim Amrullah.

Mungkinkah hari-hari beliau hanya diisi dengan membaca dan menulis kitab-kitab, karena pasti untuk menulis yang rapi dan bagus ini, – – apalagi dengan alat tulis yang masih tradisional – – membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Hanya orang-orang yang sangat telaten lah yang mampu melakukannya. Dan juga orang jenius, tentu saja, karena tidak hanya Al Quran saja yang terjajar rapi di rak itu. Banyak kitab-kitab lain, yang pasti dalam penulisannya tidak hanya butuh keterampilan menulis yang bagus, tapi juga wawasan luas dan kedalaman ilmu yang sungguh dahsyat.

Hey, tunggu dulu. Konon kabarnya K. H. Abdul Karim Amrullah bukan hanya seorang ulama, tapi juga tokoh pergerakan islam. Berarti hari-hari beliau tidak hanya diisi dengan belajar. Tidak hanya membaca dan menulis. Tapi juga aktivitas lain yang juga tak kalah menyita waktu, pikiran, dan tenaga. Duh, kenapa ulama2 dulu bisa kece2 gini ya?

Leave a comment